Anda masih ingat iklan AXE? Dimana seorang lelaki dan wanita
yang bertemu dalam lift, saling memandang, si wanita dengan pandangan begitu
horny sambil menggigit bibir bawahnya. Sementara si cowo juga memandang,
mendeteksi kemungkinan tuk menggarap wanita yang bersamaan dengannya di dalam
lift tersebut.
Well, kisah itu tidak berlebihan jika hanya merupakan sebuah iklan komersial. Tapi bagaimana jika kukatakan bahwa aku pernah mengalaminya? Almost real, selain bahwa aku memang suka mengkhayal.
Saat itu, pukul 3 pagi. Sekembalinya aku dari sebuah club malam di
Kulepaskan ciuman panjang yang menyesakkan nafas itu dengan sedikit kasar. Pengaruh alkohol membuatku tidak merasakan kenyamanan lidahnya dalam rongga mulutku. Selain bantingan kuat saat mobil itu menikung tajam.
Semakin payah rasanya tubuhku menghadapi serangan mabuk yang mendera. Hingga kurebahkan tubuhku mendominasi hampir keseluruhan panjang jok belakang. Wanita Singapore itu berlutut di sisiku, memasukkan dengan segera keseluruhan penisku dalam lumatan kuat bibirnya. Tidak pernah kusadari, kapan dia membuka restleting celanaku.
Desahanku menggelegar, membuatku jadi perhatian gadis manis pacar temanku yang duduk di bagian depan, entah bagaimana perasaannya menyaksikan adegan dimana aku menggeliat dan mengerang dengan bebas, menikmati penisku yang mengejang dalam hisapan dan jilatan temannya.
Dalam keadaan mabuk, kenakalanku tetap hadir. Sengaja tidak kubiarkan gadisku mengulum habis penisku, tapi hanya menjilati bagian luarnya saja. Dengan menempatkan jariku disana, seakan ikut mengocok, sambil sesekali meremas buah zakarku. Yang sebenarnya kumaksudkan untuk dapat menjadi tontonan yang lebih menarik dalam pandangan gadis manis di bangku depan. Dia terus melirik dan aku menikmatinya, antara sadar dan tidak.
Tiba-tiba, setengah terbanting, aku terlepas dari fantasi kenikmatanku sendiri, bersamaan dengan lepasnya penisku dari kuluman erat si gadis, saat mobil yang kutumpangi berhenti mendadak di tengah laju kencangnya.
“Damned...” aku mengutuk keras. Mungkin ini adalah malam terburuk yang kualami. Sambil mendongakkan kepala dengan mata yang berkunang kunang, memandang berkeliling, mencoba mengenali lingkungan tempat kami berada.
Temanku tertawa-tawa membukakan pintu, baru aku menyadari sepenuhnya kalau aku telah tiba di apartmentku.
Dibantunya aku turun dari mobil itu. Dengan masih memapahku, memberikan kesempatan padaku untuk dapat menguasai diri dan berdiri tegak. Aku hanya terfokus pada wajah manis gadis Singapore yang tidak lama berselang asik menikmati penisku, memandang jauh ke dalam lubuk hatinya. Melihat sesuatu yang hilang, geliat dari kesenangannya yang tidak terselesaikan. Pandangannya mungkin menantikan undangan untuk menginap di apartmentku. Tapi, aku mungkin terlalu mabuk tuk mengundangnya, hihihi
Aku membalikkan badan, menggumamkan lagu yang tak jelas, dan berjalan terseok-seok. Tidak kupedulikan deru mobil yang bergerak meninggalkanku, diikuti oleh pandangan gadis yang kecewa karena sikap masa bodohku. Aku terbawa dalam alunan lagu yang mendesah, yang secara perlahan keluar dari bibirku tanpa kuperintahkan. Semakin lama, semakin jelas dan kukenali pula sosok yang menanamkannya ke dalam kepalaku. Sebuah lagu kenangan, pemberian dari seorang gadis. A Different Corner.
I would promise you all of my life
But to lose you would cut like a knife
So I don't dare, no I don't dare
La.. la.. I’m so scared.... of this love...
La.. la... you’re the only one who’ll stop my tears...
Tiba-tiba sebuah sorot lampu dari mobil lain menghentikan dendang laguku yang tidak jelas urutannya. Aku membalikkan badan perlahan, menyipitkan mata, memandang dalam silaunya. Hingga lampu mobil itu dipadamkan dan aku menikmati sosok bergaun merah itu bergerak keluar dari mobilnya. Aku terpana, rambutnya yang disanggul ke atas, jatuh beberapa helai di depan wajahnya.
Hihi.. Tuhan mengirimkan lagi seorang bidadarinya. Aku tertawa riang menikmati malamku.
Kemudian senyum juga kembali berganti menghiasi ujung bibirku, saat kecantikan, bahkan keanggunannya tertutupi oleh langkahnya yang juga tidak membumi, terseok-seok seakan melayang di atas tanah.
Hihi.. Aku nyengir, mengingatkan diriku sendiri yang dalam kondisi yang sama. Saat dia terhuyung ke arahku dengan senyumnya.
“Mungkin kita bisa saling bantu, tuk bisa sampai ke atas sana” aku mengomentarinya. Dia memang tersenyum lucu, tapi terasa menggemaskan senyum itu dalam pandanganku.
Aku menjajari langkahnya menuju lift yang terbuka pintunya. Saling cengar-cengir mabuk, kita berjalan bersamaan memasuki lift. Dengan yakin kutekan tombol 36 yang merupakan puncak tertinggi dari apartment itu tanpa maksud berlebihan, hanya keinginan tuk lebih lama bersamanya. Sementara dia tampaknya tidak peduli atau mungkin terlena dalam pengaruh alkohol. Bersandar pada masing-masing satu sisi dinding, saling bertukar pandang. Dia menggigit bibir bawahnya, sementara mataku (mata Dante yang hornynya belum tuntas hueeheuheueheuehue) menantang balik.
Pandangannya tajam ke arah bawah tubuhku, yang membuatku mengikuti pandangannya, meneliti tubuhku sendiri.
Hihi.. Aku nyengir dengan mimik lucu, saat menyadari kalau seluruh kancing bajuku terbuka bebas, dengan celana yang agak turun karena tidak dikancingkan dengan sempurna. Menekukkan sedikit tulang punggungku untuk ikut serta memperhatikan tatoo naga yang terekspos bebas tepat di atas bulu pubisku.
“Untung penisku sudah kembali beringsut ke balik celana dalam” pikirku geli. Kemudian dengan masih nyengir pandanganku bertemu dengannya yang masih menggigit bibir bawahnya. Pipi dan hidungnya yang bersemu merah terlihat kontras dengan kulit wajahnya yang putih. Aku ikut terbawa suasana itu, seketika senyuman hilang dari wajahku.
Kita saling meneliti, dia dalam pikirannya, dan aku menjajaki kemungkinan tuk menyerbu ke dalam pelukannya, menuntaskan gairah yang tak terselesaikan tadi.
Dia membusungkan dada, memenuhinya dengan oksigen, mencoba mengatasi perasaannya. Kemudian pandangannya kembali pada bagian bawah tubuhku, sementara kudongakkan kepalaku untuk menantangnya, dengan lirikan tajam tetap pada belahan buah dadanya.
Semakin nakal, perlahan kutarik turun restleting yang menutupi sebagian dari keseluruhan tatoo itu. Tanpa menunggu aku menggodanya lebih jauh. Dia melangkah pelan mendekatiku yang hanya bertahan pada dinding tempat aku bersandar.
Hei... Dia meraba tatoo itu mengikuti restleting yang turun, menggantikan tanganku. Menggelitik sebentar di bagian lidah naga yang merah menjulur ke bawah, sebelum menyusup lebih dalam, melewati bulu pubis, langsung pada penisku. Memang belum sempat dia menggeliat bangun, tapi aku percaya mungkin dia akan tergoda tuk memberinya kecupan perkenalan dan kemudian penisku akan bergerak bangun saat dalam kuluman bibir nakalnya.
Kuyakin dia akan tersenyum senang, merasakannya memenuhi
rongga mulutnya secara perlahan. Bergerak mendesak, membesar dan masuk semakin
ke dalam. Begitu khayalku menari, dalam ke-diam-anku.
Sementara dia hanya mengecup bibirku pelan, dan membiarkannya saling bersentuhan tanpa lumatan. Bola matanya tajam meneliti ke dalam hatiku lewat tatapanku yang stunning, dari jarak yang begitu dekat. Nafasnya berat menyapu keseluruhan wajahku. Lamat lamat masih kuingat aroma menthol yang menguar dari mulutnya yang bersaput lipstik merah maroon (apa yang diminumnya tadi, grasshopper??).
Mungkin bola api gairah ditemukannya dalam mataku, ataukah dia melihat juga khayalku menari di dalam sana, hingga akhirnya dia bergerak turun dan memenuhi khayalku tadi. Persis seperti yang aku bayangkan, dan memang persis, persis begitu yang terjadi. Bagaimana penisku bergerak, mengembang perlahan dalam jilatan bibir seksinya. Aku mulai mengerang kembali dalam kenikmatan dan bersyukur kalau lift tua ini bergerak cukup pelan tuk sampai ke puncak gedung.
Sedikit kasar aku menariknya berdiri dan langsung menyerbu mengulum bibirnya, kami berciuman dengan gairah yang tak tertahankan. Berat tubuhku mendorongnya berpindah, setengah terhuyung dan terbanting, bersandar pada dinding lainnya. Lidahnya menari, mengarungi kedalaman mulutku, sesekali lidah itu menegang dalam hisapan kuat yang kulakukan. Suara lenguhannya menyanyikan kepasrahan. Tangannya pun tak tinggal diam, meremas kuat pada batang penisku, seakan ingin membalas perlakuanku. Kedua bukit buah dadanya menyembul keluar dari belahan rendah gaunnya, memerah dalam remasan kuat jemariku.
“Tingggg...” suara lift yang berbunyi sejenak sebelum pintu akan terbuka menyadarkan kami. Kurapatkan tubuhnya pada sudut samping pintu, mengawasi keadaan. Seperti dugaanku kalau suasana memang sepi. Segera kutekan angka satu dan kembali kotak lift itu meluncur pelan ke bawah.
Kali ini, aku bergerak cepat. Menyingkapkan belahan gaunnya, menarik turun secarik kain hitam berenda yang tampak indah membungkus bagian pinggulnya. Jariku mencari liang basah yang ingin segera kutembusi, sementara dia menendang turun celana yang masih tersangkut pada lututnya.
Perlahan kutempatkan penisku disana, kuangkat satu tungkainya, melingkarkannya pada pinggangku dan dengan satu hentakan kuat, penisku menerjang masuk.
“Akkkkkkkkhhhhhhhhh...........” ia menjerit, matanya terbeliak oleh hentakan kuat yang tidak diduganya. Lalu dijambaknya rambutku dan menarik kepalaku ke dalam belahan payudaranya. Tak kusia-siakan apa yang terhidang didepan mataku, kuhisap dan kugigit gigit kecil puting payudaranya yang segera mengacung tegak oleh sayatan lidahku, sementara dia semakin liar dengan jeritan-jeritan kecil dan remasan remasan tangannya pada rambutku.
Masih pada satu sudut dalam lift itu dia bersandar.. Kemudian ketika berat tubuhnya menekan kebawah, dengan satu hentakan kuat di pinggul, penisku kembali menerjang kuat ke dalam liang vaginanya, sekaligus mengangkat keseluruhan tubuhnya. Satu kakinya yang semula menjejak lantai, terangkat. Segera kuraih, tuk kemudian juga kutempatkan pada pinggangku.
Sekarang, dengan kedua tungkainya menjepit pingangku dan tubuhnya yang bersandar pada dinding, aku terus mendesaknya dalam terjangan kuat penisku. Beberapa kali teriakan histeris dari orgasmenya yang hadir terlalu dini, tidak kupedulikan. Suasana seperti ini memang tidak tertahankan untuk permainan panjang. Terlalu besar sensasi kenikmatan yang hadir. Pandangannya semakin sayu, nafasnya tinggal satu-satu. Kuhentikan sejenak gerakanku, membiarkan kepalanya terkulai pada bahuku.
Aku menantikan pintu lift yang kembali akan terbuka, menjelang tiba di lantai dasar. Segera ketika angka 36 kembali kutekan, wajahku sudah terbenam dalam leher jenjangnya. Hentakan kuat penisku kembali menekan klitorisnya, dibantu dengan tekanan dari berat tubuhnya.
Keadaan mabuk membuatku terasa begitu jantan. Dengusan nafasku semakin tak karuan. Sensasi ini begitu indah, dengan hentakan yang begitu kuat. Otakku terasa mati, aku tak mampu berpikir. Aku hanya bisa menjerit saat terasa badai itu akan segera menghantamku. Sementara dia bergerak semakin cepat, menarikan tubuhnya. Pinggulnya bergerak kuat, menekan dengan jepitan ke dua tungkainya. Tubuhnya terhentak-hentak di dinding lift itu, sementara tangannya menggapai-gapai mencari tempat tuk bertumpu. Kesemua gerakannya menggodaku tuk melepaskan orgasmeku.
“Haaarrggghhhh.........” aku yakin suaraku terdengar menggelegar dalam ruang sempit itu. Dan ikut memacu birahinya tuk segera menyusul dalam orgasmenya sendiri.
Sperma hangatku menerjang dinding rahimnya, diiringi oleh teriakannya yang tertahan dan tubuhnya yang mengejang.
Kepalaku terdongak, membiarkan sinar lampu neon di ceiling itu memasuki otakku lewat mata. Dan perlahan membiaskan warna putih bersih, membuatku terasa melayang. Tidak terasa beban berat tubuhnya dalam rengkuhanku. Seperti melayang dalam udara hampa. Dan di sana, gadis ini melayang bersamaku, telanjang. Aku tersenyum memandang tubuh indahnya yang berkilat basah oleh keringat.
Perlahan, diantara ketidaksadaran, kami bergerak turun dari posisi berdiri tadi. Dan berakhir dengan terduduk pada lantai di satu sudut, berpelukan. Kepalanya disembunyikan dalam dadaku dan semakin erat ia kurengkuh.
“Hi... aku Dante” bisikku sambil mengelus rambut yang terurai lepas dari sanggulnya. Dia tersenyum, manis sekali. Membuatku ikut menyunggingkan senyum membalasnya, saat dia mendongakkan kepalanya, dan menjawab, “Aku Serena”. Pandangannya lama, membius. Hingga kuakhiri dengan kecupan lembut pada bibirnya yang masih tersenyum.
Aku ingat, kalau kami masih terduduk disana untuk waktu yang lama. Pintu lift terbuka lebar, dan udara malam yang dingin, di lantai 36 menerpa masuk, memaksanya kembali mengeliat manja dalam pelukanku. Terlalu malas tuk bergerak bangun.
“15th floor” aku bergumam, tentang letak apartmentku. Sambil semakin merapatkan tubuhnya, dia menjawab, “Third floor” tapi kami tidak bergerak. 36th floor tampaknya menjadi tempat yang lebih indah.
TAMAT
Sementara dia hanya mengecup bibirku pelan, dan membiarkannya saling bersentuhan tanpa lumatan. Bola matanya tajam meneliti ke dalam hatiku lewat tatapanku yang stunning, dari jarak yang begitu dekat. Nafasnya berat menyapu keseluruhan wajahku. Lamat lamat masih kuingat aroma menthol yang menguar dari mulutnya yang bersaput lipstik merah maroon (apa yang diminumnya tadi, grasshopper??).
Mungkin bola api gairah ditemukannya dalam mataku, ataukah dia melihat juga khayalku menari di dalam sana, hingga akhirnya dia bergerak turun dan memenuhi khayalku tadi. Persis seperti yang aku bayangkan, dan memang persis, persis begitu yang terjadi. Bagaimana penisku bergerak, mengembang perlahan dalam jilatan bibir seksinya. Aku mulai mengerang kembali dalam kenikmatan dan bersyukur kalau lift tua ini bergerak cukup pelan tuk sampai ke puncak gedung.
Sedikit kasar aku menariknya berdiri dan langsung menyerbu mengulum bibirnya, kami berciuman dengan gairah yang tak tertahankan. Berat tubuhku mendorongnya berpindah, setengah terhuyung dan terbanting, bersandar pada dinding lainnya. Lidahnya menari, mengarungi kedalaman mulutku, sesekali lidah itu menegang dalam hisapan kuat yang kulakukan. Suara lenguhannya menyanyikan kepasrahan. Tangannya pun tak tinggal diam, meremas kuat pada batang penisku, seakan ingin membalas perlakuanku. Kedua bukit buah dadanya menyembul keluar dari belahan rendah gaunnya, memerah dalam remasan kuat jemariku.
“Tingggg...” suara lift yang berbunyi sejenak sebelum pintu akan terbuka menyadarkan kami. Kurapatkan tubuhnya pada sudut samping pintu, mengawasi keadaan. Seperti dugaanku kalau suasana memang sepi. Segera kutekan angka satu dan kembali kotak lift itu meluncur pelan ke bawah.
Kali ini, aku bergerak cepat. Menyingkapkan belahan gaunnya, menarik turun secarik kain hitam berenda yang tampak indah membungkus bagian pinggulnya. Jariku mencari liang basah yang ingin segera kutembusi, sementara dia menendang turun celana yang masih tersangkut pada lututnya.
Perlahan kutempatkan penisku disana, kuangkat satu tungkainya, melingkarkannya pada pinggangku dan dengan satu hentakan kuat, penisku menerjang masuk.
“Akkkkkkkkhhhhhhhhh...........” ia menjerit, matanya terbeliak oleh hentakan kuat yang tidak diduganya. Lalu dijambaknya rambutku dan menarik kepalaku ke dalam belahan payudaranya. Tak kusia-siakan apa yang terhidang didepan mataku, kuhisap dan kugigit gigit kecil puting payudaranya yang segera mengacung tegak oleh sayatan lidahku, sementara dia semakin liar dengan jeritan-jeritan kecil dan remasan remasan tangannya pada rambutku.
Masih pada satu sudut dalam lift itu dia bersandar.. Kemudian ketika berat tubuhnya menekan kebawah, dengan satu hentakan kuat di pinggul, penisku kembali menerjang kuat ke dalam liang vaginanya, sekaligus mengangkat keseluruhan tubuhnya. Satu kakinya yang semula menjejak lantai, terangkat. Segera kuraih, tuk kemudian juga kutempatkan pada pinggangku.
Sekarang, dengan kedua tungkainya menjepit pingangku dan tubuhnya yang bersandar pada dinding, aku terus mendesaknya dalam terjangan kuat penisku. Beberapa kali teriakan histeris dari orgasmenya yang hadir terlalu dini, tidak kupedulikan. Suasana seperti ini memang tidak tertahankan untuk permainan panjang. Terlalu besar sensasi kenikmatan yang hadir. Pandangannya semakin sayu, nafasnya tinggal satu-satu. Kuhentikan sejenak gerakanku, membiarkan kepalanya terkulai pada bahuku.
Aku menantikan pintu lift yang kembali akan terbuka, menjelang tiba di lantai dasar. Segera ketika angka 36 kembali kutekan, wajahku sudah terbenam dalam leher jenjangnya. Hentakan kuat penisku kembali menekan klitorisnya, dibantu dengan tekanan dari berat tubuhnya.
Keadaan mabuk membuatku terasa begitu jantan. Dengusan nafasku semakin tak karuan. Sensasi ini begitu indah, dengan hentakan yang begitu kuat. Otakku terasa mati, aku tak mampu berpikir. Aku hanya bisa menjerit saat terasa badai itu akan segera menghantamku. Sementara dia bergerak semakin cepat, menarikan tubuhnya. Pinggulnya bergerak kuat, menekan dengan jepitan ke dua tungkainya. Tubuhnya terhentak-hentak di dinding lift itu, sementara tangannya menggapai-gapai mencari tempat tuk bertumpu. Kesemua gerakannya menggodaku tuk melepaskan orgasmeku.
“Haaarrggghhhh.........” aku yakin suaraku terdengar menggelegar dalam ruang sempit itu. Dan ikut memacu birahinya tuk segera menyusul dalam orgasmenya sendiri.
Sperma hangatku menerjang dinding rahimnya, diiringi oleh teriakannya yang tertahan dan tubuhnya yang mengejang.
Kepalaku terdongak, membiarkan sinar lampu neon di ceiling itu memasuki otakku lewat mata. Dan perlahan membiaskan warna putih bersih, membuatku terasa melayang. Tidak terasa beban berat tubuhnya dalam rengkuhanku. Seperti melayang dalam udara hampa. Dan di sana, gadis ini melayang bersamaku, telanjang. Aku tersenyum memandang tubuh indahnya yang berkilat basah oleh keringat.
Perlahan, diantara ketidaksadaran, kami bergerak turun dari posisi berdiri tadi. Dan berakhir dengan terduduk pada lantai di satu sudut, berpelukan. Kepalanya disembunyikan dalam dadaku dan semakin erat ia kurengkuh.
“Hi... aku Dante” bisikku sambil mengelus rambut yang terurai lepas dari sanggulnya. Dia tersenyum, manis sekali. Membuatku ikut menyunggingkan senyum membalasnya, saat dia mendongakkan kepalanya, dan menjawab, “Aku Serena”. Pandangannya lama, membius. Hingga kuakhiri dengan kecupan lembut pada bibirnya yang masih tersenyum.
Aku ingat, kalau kami masih terduduk disana untuk waktu yang lama. Pintu lift terbuka lebar, dan udara malam yang dingin, di lantai 36 menerpa masuk, memaksanya kembali mengeliat manja dalam pelukanku. Terlalu malas tuk bergerak bangun.
“15th floor” aku bergumam, tentang letak apartmentku. Sambil semakin merapatkan tubuhnya, dia menjawab, “Third floor” tapi kami tidak bergerak. 36th floor tampaknya menjadi tempat yang lebih indah.
TAMAT
7 komentar:
CARA PEMESANAN
OBAT KUAT SEX TAHAN LAMA
OBAT PERANGSANG WANITA
OBAT BIUS
PEMBESAR PENIS
JUAL OBAT PERANGSANG
OBAT PENYUBUR KANDUNGAN
OBAT PERANGSANG WANITA
PEMBESAR PENIS
ALAT PEMBESAR PAYUDARA
OBAT PENGENTAL SPERMA
OBAT BIUS
video bokep
vimax
vibrator pembalut vagina
video sex
sex
dildo
vibrator
sex toys
penis kelabang
vibrator penggeli puting
ring penggetar vagina
kondom wolf
vagina pinggul
vagina pantat nungging
vagina getar
VAGINA SENTER
vagina getar goyang suara
obat penyubur sperma
pro extender
vimax liquid soap
neosize
fruit plant
obat penggemuk badan
crystal x
perapat vagina
vibrator mic
selaput dara perawan
maxman
vakum pembesar penis
vakum pembesar payudara
vibrator lidah
vibrator mic penggetar vagina
alat masturbasi
penis maju mundur
alat lesbi
obat pembesar penis
viagra usa 100mg
mainan sex penis silikon
Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli. Jual Klg Asli
ib-ceritadewasa.blogspot.com
tebak gambar ayam sabung berhadiah langsung
Bosan Menang tidak dibayar ? judi sabung ayam
Post your comment Now !